Penyebab 11 Aplikasi Pinjol Legal OJK (PINDER) Ditahun 2025 Terancam Bangkrut - Tools Pinjol Terbaru

Edukasi Pinjaman Online

Membantu anda untuk mengerti tentang hukum hutang piutang, PERBANKAN, PINJAMAN ONLINE, serta aturan hukum lain yang sering di jumpai di masyarakat. dan juga mempublikasikan berita berita trending terkini, informasi terupdate dan terpercaya.

Penyebab 11 Aplikasi Pinjol Legal OJK (PINDER) Ditahun 2025 Terancam Bangkrut

11 pinjol OJK terancam bangkrut
Apakah aplikasi pinjol OJK aman? Ketahui daftar 11 aplikasi legal OJK di 2025 yang terancam tutup.

Tools Pinjol - 20 Januari 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara bertahap meningkatkan persyaratan modal minimum yang harus dipenuhi oleh lembaga peer-to-peer lending atau fintech. 

Tahap Kedua, Pemberi Pinjaman Harus Memiliki Modal Minimal Rp 7,5 Miliar hingga Batas Akhir Juni 2024.

BACA JUGA:

Alih-alih membaik, jumlah pemberi pinjaman yang belum memenuhi modal minimal Rp 7,5 miliar justru 

bertambah menjadi 11 pemberi pinjaman pada Desember 2024. Sementara posisi sebelumnya hanya terdapat 10 penyelenggara pada Oktober 2024.

Ketua Umum Asosiasi Pendanaan Bersama Fintech Indonesia (AFPI) Entjik S. Djafar mengatakan, pemberi pinjaman peer-to-peer perlu serius memastikan modal mereka tidak tergerus oleh beban biaya operasional bisnis.

“Karena kalau tidak serius dalam menjalankan usaha, modal pasti akan tergerus karena pengeluaran lebih besar daripada pemasukan yang diterima,” kata Entjik.

Peraturan Minum Modal Pinjol OJK 2025


Ketentuan modal minimum lembaga peer-to-peer lending diatur dalam POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.

Peraturan ini menetapkan persyaratan modal minimum yang harus dipenuhi pada setiap tahap.

Dalam regulasi yang ditandatangani pada 29 Juni 2022 tersebut, lembaga peer-to-peer lending harus memiliki modal minimal Rp12,5 miliar. 

Tahap pertama wajib mencapai modal minimal Rp 2,5 miliar paling lambat 29 Juni 2023.

Tahap kedua wajib mencapai modal minimal Rp 7,5 miliar ditetapkan dengan batas waktu 29 Juni 2024, sedangkan pada tahap akhir, ekuitas minimal harus mencapai Rp12,5 miliar paling lambat 29 Juni 2025. 

AFPI menilai ketentuan ini merupakan pilihan yang wajar di ruang peer-to-peer lending. Bagi penyelenggara yang ingin menjalankan bisnis pinjaman peer-to-peer, hal ini sudah pasti akan bertahan, kata Entjik.

“Saat ini pelaku usaha yang sudah mencapai modal ekuitas minimal Rp 7,5 miliar tentu sudah punya target dalam rencana bisnisnya untuk bisa mencapai target di tahun ini [tahap 3], kalau tidak akan sulit bersaing di bidang ini,” ujarnya. 

Entjik menekankan bahwa di bidang peer-to-peer lending, perusahaan harus memiliki tiga poin penting, yakni modal atau ekuitas yang cukup, software proses kredit yang baik, dan basis pinjaman yang solid.

Seperti yang dikatakan Entjik tentang biaya, beban pada perusahaan pinjaman peer-to-peer kini meningkat. Data ini mengacu pada statistik terkini yang dirilis OJK pada periode Januari hingga September 2024.

Selama periode tersebut, total biaya operasional sektor peer-to-peer lending meningkat 809,03% dari Rp1,06 triliun pada tahun 2020. Januari 2024 menjadi Rp9,63 triliun pada September 2024.

Di sisi lain, pada periode yang sama, laba setelah pajak sektor peer-to-peer lending menurun sebesar 693,65%. 

Kendati mengalami penurunan, sektor peer-to-peer lending tetap mampu membalikkan kerugian setelah pajak sebesar Rp135,61 miliar 

pada Januari 2024 sehingga membukukan laba setelah pajak sebesar Rp805,06 miliar pada September 2024.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.
DMCA.com Protection Status